Beranda

Sabtu, 30 Januari 2010

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desaian Umum Kapal
Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana trasportasi. Kapal ikan temasuk di dalamnya. Kapal ikan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja yang dilakukan pada kapal tersebut. Kerja pada kapal ikan meliputi fishing ground, mengoperasikan alat, mengejar ikan dan sebagai wadah hasil tangkapan (Iskandar, 1997).

Gambar 1. Bagian-bagian utama kapal
Keterangan:
1. Tinggi haluan 6. Linggi buritan
2. Sheer 7. Proppeler
3. Lantai dek 8. Rudder
4. Palka 9. Rudder post
5. Lunas 10. Wheelhouse
(Sumber: PSP331/KPN-PSP-FPIK IPB)

Gambar 2. Ilustrasi dimensi utama kapal dilihat dari depan
(Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Ship_size_(front_view).PNG)


Gambar 3. Ilustrasi dimensi utama kapal dilihat dari depan
(Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Ship_size_(side_view).PNG)

2.2 Stabilitas Kapal
Sebuah kapal dapat mengoleng disebabkan karena kapal mempunyai kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget yang dikarenakan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja pada kapal. Contoh pengaruh luar tersebut adalah: arus, ombak, gelombang, angin dan lain sebagainya (Bambang, 2008).
Titik penting dalam stabilitas kapal

Gambar 4. Diagram stabilitas kapal, pusat gravitasi (G), pusat daya apung (B),
dan Metacenter (M) pada posisi kapal tegak dan miring.

Ada tiga titik yang penting dalam stabilitas kapal yaitu
1. G adalah titik pusat gravitasi kapal
2. B adalah titik pusat apung kapal
3. M adalah metacenter kapal
(http://id.wikipedia.org/wiki/Stabilitas_kapal).
Perangkat stabilitas kapal
Ada beberapa perangkat yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas kapal yaitu:
1. Sirip lambung
Sirip lunas atau disebut juga sebagai Bilge keel berfungsi untuk meningkatkan friksi melintang kapal sehingga lebih sulit untuk terbalik. Biasanya digunakan pada kapal dengan bentuk lambung V.
2. Tangki penyeimbang
Merupakan tangki yang berfungsi menstabilkan posisi kapal dengan mengalirkan air balast dari kiri ke kanan kalau kapal miring kekiri dan sebalikanya kalau miring kekanan.
3. Sirip stabiliser
Sirip stabiliser merupakan sirip di lunas kapal yang dapat menyesuaikan posisinya pada saat kapal oleng
(http://id.wikipedia.org/wiki/Stabilitas_kapal).
Secara umum, peristiwa terbaliknya kapal disebabkan oleh adanya gangguan pada stabilitas kapal. Kondisi stabilitas kapal ditunjukkan dengan posisi 3 titik utama pada kapal, yaitu titik B (bouyancy= titik apung kapal), titik G (gravity= titik berat kapal), dan titik M (metacentra= titik perpotongan antara dua garis yaitu yang melalui pusat gravitasi ketika kapal mengalami kemiringan dan garis yang melalui titik pusat bouyancy mula-mula). Kapal dikatakan stabil jika titik G masih berada di bawah titik M.
(http://www.dephub.go.id/knkt/ntsc_maritime/Laut/Draft_Laporan_Akhir_MT_Kharisma_Selatan.pdf).



2.3. Macam-Macam Keadaan Stabilitas Kapal
Menurut Bambang (2008), stabilitas kapal dibagi dalam tiga jenis yaitu sebagai berikut:
Stabilitas mantap atau stabilitas positif
Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih rendah dari pada kedudukan metasentrumnya (titik M), sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu kapal menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali. (Lihat Gambar dibawah ini).

Gambar 5. Stabilitas mantap/positif
Stabilitas goyah atau stabilitas negatif
Keadaan stabilitas kapal yang demikian ini apabila kedudukan titik G lebih tinggi dari pada kedudukan metasentrumnya (titik M), sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah atau negative sewaktu kapal menyenget kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, tetapi bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar (lihat gambar dibawah ini)

Gambar 6. Stabilitas goyah atau stabilitas negatif
Stabilitas netral
Sebuah kapal mempunyai stabilitas netral apabila kedudukan titik berat G berimpit dengan kedudukan titik M (Metasentrum). Oleh karena jarak antara kedua gaya yang membentuk sepasang koppel itu sama dengan nol, maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan nol, atau bahwa kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget (lihat gambar dibawah ini).

Gambar 7. Stabilitas Netral
Ditinjau dari hubungan-hubungan yang ada antara kedudukan titik berat (G) dan Metasentrumnya (M), sebuah kapal mungkin memiliki stabilitas sebagai berikut :
1. Stabilitas mantap (stabilitas positif), apabila kedudukan metasentrumnya (M) lebih tinggi dari pada kedudukan titik beratnya (G), Sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu kapal menyenget, kapal memiliki kemampuan untuk menegak kembali
2. Stabilitas goyah (stabilitas negatif), apabila kedudukan metasentrumnya (M) lebih rendah dari pada kedudukan titik beratnya (G). Sebuah kapal yang memiliki stabilitas goyah (stabilitas negatif) ini sewaktu kapal menyenget. Kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, tetapi bahkan sengetnya semakin besar
3. Stabilitas netral, apabila kedudukan titik beratnya berimpit dengan kedudukan metasentrumnya. Sebuah kapal yang memiliki stabilitas netral ini sewaktu menyenget, kapal tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali demikian pula tidak bertambah menyenget lagi.
2.4 Parameter Hidrostatis
Kapal-kapal yang besar cenderung mengalami kesulitan olah gerak dibandingkan kapal-kapal yang lebih kecil. Penyelidikan tentang karakteristik hidrodinamika kapal ini pada umumnya dilakukan dengan pendekatan teoritis-numerik dimana pada saat ini lebih populer dengan istilah dinamika fluida numerik (CFD). Teknik lain yang menjadi altematif adalah melalui pengujian model kapal menggunakan towing tank, manoeuvring ocean basin (MOB), wind tunnel, cavilalion tunnel, dan lain-lain. Meskipun lebih praktis dan tetap dengan akurasi tinggi, temyata penggunaan teknik ini memerlukan biaya yang cukup tinggi terutama untuk kapal-kapal yang besar dan kapal khusus (http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=3746).
Efektivitas pengoperasian kapal penangkap ikan di laut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan kapal untuk tetap selamat (seaworthiness) dan karakteristik yang menekankan pada respon kapal terhadap kondisi operasional di laut (seakindliness), kedua hal tersebut merupakan kriteria utama yang harus dipenuhi oleh suatu kapal, yang berkaitan erat dengan karakteristik gerakan kapal (Husni, 2003).
2.5 Kelaikan Operasional Kapal Perikanan
Berdasaran Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 1986 Sertifikasi Kelaik Lautan Kapal Penangkap Ikan " setiap kapal penangkap ikan yang akan berlayar harus memenuhi persyaratan kelaik lautan kapal penangkap ikan dan kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaik lautan diberikan surat dan sertifikat berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan".
Sertifikat Kelaikan Kapal, Kelaikan kapal penangkap ikan meliputi :
1. Konstruksi dan tata susunan kappa
2. Stabilitas dan garis muat kapal
3. Perlengkapan kapal
4. Permesinan dan listrik kapal
5. Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran
6. Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal
7. Jumlah dan susunan awak kapal (Yirfan, 2008).
2.6 Tabel dan Kurva Hidrostatik
Tabel hidrostatik merupakan tabel yang berisikan data-data hasil perhitungan hidrostatik kapal. Contoh tabel hidrostatik dapat dilihat dibawah ini:
No Parameter wl 1 Wl 2 Wl 3 Wl 4
1 2 3 4 5 6
1 Volume displacement (m3)
2 Ton displacement (ton)
3 Water area (AW) (m3)
4 Midship area (m3)
5 Ton per centimeter ((TPC)
6 Coefficient of block
7 Coefficient of prismatic (Cp)
8 Coefficient of vertical prismatic (CVP)
9 Coefficient of waterplane (CW)
10 Coefficient of midship (C )
11 Longitudinal centre buoyancy (LCB
12 Jarak KB (m)
13 Jarak BM (m)
14 Jarak KM (m)
15 Jarak BML (m)
16 Jarak KML (m)

Pada kolom 3 – 6 memperlihatkan kondisi masing-masing parameter di tiap water line (wl). Kesemua nilai tersebut diatas berdasarkan hasil perhitungan hidrostatik. Arti tiap parameter pada table hidrostatik adalah:
Volume displacement, menunjukkan kapasitas/volume badan kapal di bawah water line (wl).
Ton displacement, menunjukkan berat badan kapal di bawah wl.
Water area (wl), menunjukkan luas area kapal pad awl tertentu secara horizontal-longitudinal

Gambar 8. Water area (wl)
Midship area, menunjukkan luas area di tengah kapal (midship) pada suatu wl secara melintang.

Gambar 9. Midship area
Ton per centimeter Immersion (TPC), menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah draf 1 cm.
Coefficient of finess, merupakan koefisien yang dapat menunjukkan bentuk badan kapal, terdiri dari dari: Coefficient of block (Cb), Coefficient of prismatic (Cp), Coefficient of vertical prismatic (CVP), Coefficient of waterplane (CW) dan Coefficient of midship.

Gambar 10. Coefficient of block (Cb)

Gambar11. Coefficient of prismatic (Cp) dan
Coefficient of vertical prismatic (CVP)

Gambar 12. Coefficient of waterplane (CW)


Gambar 13. Coefficient of midship
Longitudinal Centre Buoyancy (LCB), menunjukkan posisi titik buoyancy (gaya ke atas) dari midship sepanjang longitudinal kapal.
Jarak KB, menunjukkan posisi titik buoyancy dari titik k secara vertikal.

Gambar 14. Jarak KB
Jarak BM, menunjukkan jarak antara titik buoyancy terhadap titik metacentre secara vertical
Jarak KM, menunjukkan jarak antara titik metacentre terhadap titik K secara vertikal.
Jarak BML, menunjukkan posisi BM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal.
Jarak KML, menunjukkan posisi KM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal.
Kesemua nilai-nilai parameter hidrostatik tersebut, lebih jelas terlihat pada gambar kurva hidrostatik. Dalam kurva hidrostatik terlihat secara jelas perubahan nilai-nilai parameter hidrostatik pada setiap wl. Tiap kurva memiliki satu parameter hidrostatik. Hingga pada kurva hidrostatik terdapat 16 kurva yang mewakili ke-16 parameter hidrostatik. Contoh kurva hidrostatik dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
I.PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Pemanfaatan sumber daya laut (sektor perikanan) dimasa mendatang akan mengalami perkembangan yang pesat. Pembangunan dalam bidang perikanan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pemanfaatan secara luas sumber daya ikan tanpa menggangu kelestariannya.
Salah satu faktor yang penting dalam pemanfaatan sumber daya ikan adalah armada penangkap dalam hal ini adalah kapal. Sebagian besar dari kapal/perahu penangkap ikan yang dioperasikan oleh nelayan tradisional terbuat dari kayu. Pembuatan kapal/perahu tidak dibuat melalui proses rancang bangun yang bersifat ilmiah. Dari sisi desain konstruksi, proses pemilihan material dan pemasangannya hanya di dasarkan atas informasi turun temurun. Di sisi lain jangkauan daerah operasi juga didasarkan pada pengalaman.
Karakteristik kapal perikanan berbeda dengan kapal lainnya, ini dikarenakan beragamnya kegiatan yang dilakukan kapal perikanan. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja atau aktifitas yang dikerjakan oleh kapal tersebut. Kapal perikanan dalam suatu operasi penangkapan melakukan beberapa aktifitas, antara lain mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground), mengoperasikan alat tangkap (setting), mengejar kelompok ikan dan sebagai tempat menampung hasil tangkapan.
Desain kapal dibuat berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis pengoperasian kapal tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam mendesain kapal ini terlihat dalam dimensi utama kapal, rancangan umum kapal dan rancangan penggunaan (Pasaribu1984, dalam Umam, 2007).
Stabilitas kapal merupakan hal yang sangat penting dalam perancangan suatu kapal, karena dari stabilitas ini seorang perancang kapal dapat memilih bentuk dan ukuran utama kapal yang sesuai dengan fungsinya. Baik buruknya nilai stabilitas suatu kapal dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah bentuk bangunan bawah air dari kapal. Dimana dari bentuk kapal tersebut akan mempengaruhi periode oleng kapal pada saat beroperasi.
Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) berada di bawah naungan dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat berfungsi menjadi basis pangkalan kapal perikanan dengan skala layanannya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial dan ZEEI, yang memiliki cakupan kegiatan ekonomi melalui kegiatan usaha perikanan, termasuk didalamnya semua usaha perseorangan atau badan hukum untuk menangkap, membudidayakan, mengolah dan memasarkan ikan untuk tujuan komersial (Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, 2008).




1.2 Perumusan Masalah
Kapal Gillet merupakan salah satu kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap ikan ekonomis penting di perairan. Menurut Sadhori (1985) berdasarkan letaknya di dalam perairan gillnet dibedakan menjadi tiga jenis yaitu surface gillnet (gillnet permukaan), midwater gillnet (gillnet pertengahan), bottom gillnet (gillnet dasar). Dari ketiga jenis gillnet tersebut, yang paling aktif digunakan oleh nelayan di perairan sungai liat adalah bottom gillnet, karena tidak dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan.
Selama ini di pelabuhan perikanan nusantara sungai liat belum ada dokumen standar mengenai kualitas stabilitas statis kapal perikanan. Tidak adanya dokumen standar mengenai nilai stabilitas statis kapal perikanan ini menyebabkan kurangnya bahan acuan dalam pembuatan kapal. Kapal perikanan di sungai liat dibuat secara tradisional berdasarkan pengalaman dan tradisi turun-temurun.
Penelitian mengenai stabilitas statis kapal perikanan per jenis alat tangkap di Indonesia masih sangat sedikit. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan sangat beragam antara lain gillnet, purseine, long line dan lain sebagainya. Fungsi stabilitas kapal sangat penting antara lain menunjang keselamatan awak kapal, mempermudah dalam operasi penangkapan ikan sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan.
Kondisi perairan di masing-masing wilayah berbeda-beda tergantung letak geografis perairan tersebut. Kondisi perairan yang berbeda-beda tiap wilayah ini menyebabkan bentuk, karakteristik dan pengukuran stabilitas statis kapal yang digunakan berbeda.
Secara umum di Indonesia belum ada dokumen mengenai nilai standar stabilitas statis kapal penangkap ikan. Untuk itu perlu penentuan nilai standar stabilitas kapal perikanan di tiap-tiap wilayah, guna meningkatkan hasil produksi perikanan di Indonesia.
Stabilitas kapal mempunyai peran penting dalam mendukung hasil dari operasi penangkapan ikan di laut. Kesetabilan kapal penangkap ikan yang baik dapat memudahkan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan. Dengan adanya kesetabilan kapal yang baik keselamatan awak kapal pun terjamin.
Kapal perikanan adalah salah satu jenis dari kapal laut, karena itu syarat-syarat yang diperlukan dalam suatu kapal laut juga dibutuhkan kapal ikan, namun demikin berbeda dengan jenis kapal umum lainnya seperti kapal penumpang, kapal barang dan lain-lain, kapal ikan mempunyai fungsi operasional yang lerbih rumit dan berat (Pasaribu, 1989 dalam Rahman, 2005).
Stabilitas statis kapal bottom gillnet di pelabuhan perikanan nusantara sungai liat belum pernah dilakkan penelitian sebelumnya. Pentingya pengetahuan stabilitas kapal dalam operasi penangkapan ikan sangat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Oleh karena, perlu diadakan penelitian mengenai stabilitas statis kapal bottom gillnet di pelabuhan perikanan nusantara sungai liat.










1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kualitas stabilitas statis kapal Bottom Gillnet yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungai Liat.

1.4 Manfaat
1. Memberikan informasi tentang kondisi stabilitas statis kapal ikan di Indonesia khususnya kapal Bottom Gillnet.
2. Bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan yang akan datang mengenai desain kapal yang sesuai di perairan selat Bangka untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Sabtu, 23 Januari 2010

Jumat, 22 Januari 2010


kapal perikanan merupakan armada yang digunakan untuk proses penangkapan ikan.

PROSEDUR DAN TATA CARA PENGAWASAN KAPAL PERIKANAN

BAGIAN PERTAMA

Kedatangan Kapal

Pasal 7

(1) Setiap kapal perikanan yang memasuki pelabuhan pangkalan wajib melaporkan kedatangannya kepada Pengawas Perikanan setempat dengan menyerahkan SLO kapal perikanan dari pelabuhan asal, buku lapor pangkalan dan menunjukan dokumen perijinan perikanan.

(2) Kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum melakukan bongkar muat ikan wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Pengawas Perikanan setempat.

Pasal 8

(1) Setiap kapal yang memasuki pelabuhan pangkalan, dilakukan pengawasan oleh Pengawas Perikanan degan cara pemeriksaan :

a. kesesuaian dokumen perijinan;

b. kesesuaian alat penangkap ikan;

c. kesesuaian alat Bantu penangkapan ikan;

d. kesesuaian fisik kapal;

e. kesesuaian ikan hasil tangkapan;

f. keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dituangkan kedalam form Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) kedatangan kapal sebagaimana dasar untuk menetapkan:

a. Surat persetujuan tidak di daratkan atau dapat dipindahkan ke kapal lain

di pelabuhan pangkalan apabila sesuai denagn daftar jenis ikan sebagaimana dimaksud Keputusan Direktur Jendreral Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan Nomor: 033/DJ-P2HP/2008.

  1. Surat perintah untuk mendaratkan seluruh ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan, apabila tidak termasuk dalam daftar lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: 033/DJ-P2HP/2008.

(3) Pemeriksaan Kesesuaian ikan hasil tangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, dilakukan untuk mengetahui jenis ikan yang menurut sifatnya tidak memerlukan pengolahan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: 033/DJ-P2HP/2008., daftar jenis ikan sebagaimana pada Lampiran 1.

(4) Jenis ikan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib didaratkan di pelabuhan pangkalan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Unit Pengolahan Ikan di dalam negeri dan/atau konsumsi dalam negeri;

(5) Form hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dan huruf b, tercantum dalam lampiran 2,3,dan 4.

(6) Pengawas Perikanan dalam mengisi form HPK kapal perikanan, wajib mengisi nomor seri penerbitan HPK.

(7) Tata cara pengisian nomor seri HPK sebagaimana tercantum pada Lampiran 5.

Bagian Kedua

Keberangkatan Kapal Perikanan

Pasal 9

(1) Setiap kapal perikanan yang akan meninggalkan pelabuhan pangkalan untuk melakukan operasi penangkapan atau pengangkutan ikan wajib terlebih dahulu melaporkan rencana keberangkatannya kepada Pengawas Perikanan setempat ,dengan menyerahkan dokumen perizinan kapal perikanan.

(2) Terhadap kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dilakukan pemeriksaan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis, meliputi;

a. Pemeriksaan kesesuaian dokumen perizinan;

b. Pemeriksaan kesesuaian alat penangkapan ikan;

c. Pemeriksaan kesesuaian alat bantu penangkapan;

d. Pemeriksaan kesesuaian fisik kapal

e. Pemeriksaan kesesuaian awak kapal (crew list)

f. Pemeriksaan keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan.

(3) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam form sebagai dasar untuk:

a. Menerbitkan SLO Kapal Perikanan

b. Mengisi dan mengesahkan Buku Lapor Pangkalan

(4) Form HPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum pada Lampiran 6.

(5) Pengawas Perikanan dalam mengisi form SLO kapal perikanan, wajib mengisi nomor seri penerbitan HPK dan SLO pada kolom yang telah disediakan.

Pasal 10

(1) SLO diterbitkan setelah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis pada saat kapal berangkat;

(2) Setelah SLO diterbitkan kapal perikanan yang menerima SLO dimaksud dilarang melakukan kegiatan perikanan di pelabuhan;

(3) SLO yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 2 x 24 jam sejak tanggal dikeluarkan;

(4) Dalam hal kapal tidak berangkat beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SLO dimaksud dinyatakan tidak berlaku;

(5) SLO yang digunakan oleh kapal perikanan dalam kegiatan perikanan, berlaku untuk 1 (satu) trip operasional kapal perikanan.

Sumber : SK Dirjen P2SDKP No. KEP.19/DJ.P2SDKP/2008 Tgl. 10 Maret 2008 Tentang Petunjuk Teknis Operasional Kapal Perikanan.